Sunday, November 28, 2010

Pertumbuhan Penduduk Indonesia

3.1.  Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk

 
Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 205,1  juta pada tahun 2000 menjadi 273,2 juta pada tahun 2025 (Tabel 3.1). Walaupun demikian, pertumbuhan rata-rata per tahun penduduk Indonesia selama periode 2000-2025 menunjukkan kecenderungan terus menurun. Dalam dekade 1990-2000, penduduk Indonesia bertambah dengan kecepatan 1,49 persen per tahun, kemudian antara periode 2000-2005 dan 2020-2025 turun menjadi 1,34 persen dan  0,92 persen per tahun. Turunnya laju pertumbuhan ini ditentukan oleh turunnya tingkat kelahiran dan kematian, namun penurunan karena kelahiran lebih cepat daripada penurunan karena kematian. Crude Birth Rate (CBR) turun dari sekitar 21 per 1000 penduduk pada awal proyeksi menjadi 15 per 1000 penduduk pada akhir periode proyeksi, sedangkan Crude Death Rate (CDR) tetap sebesar 7 per 1000 penduduk dalam kurun waktu yang sama.
Salah satu ciri penduduk Indonesia adalah persebaran antar pulau dan provinsi yang tidak merata.  Sejak tahun 1930, sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa, padahal luas pulau itu kurang dari tujuh persen dari luas total wilayah daratan Indonesia. Namun secara perlahan persentase penduduk Indonesia yang tinggal di Pulau Jawa terus menurun dari sekitar 59,1 persen pada tahun 2000 menjadi 55,4 persen pada tahun 2025. Sebaliknya persentase  penduduk yang tinggal di pulau pulau lain meningkat seperti, Pulau Sumatera naik dari 20,7 persen menjadi 22,7 persen, Kalimantan naik dari 5,5  persen menjadi 6,5 persen pada periode yang sama.  Selain pertumbuhan alami di pulau-pulau tersebut memang lebih tinggi dari pertumbuhan alami di Jawa, faktor arus perpindahan yang mulai menyebar ke pulau-pulau tersebut juga menentukan distribusi penduduk (Tabel 3.1). 


Tabel 3.1 Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Provinsi 2000-2025

Propinsi 2000 2005 2010 2015 2020 2025
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
11. NANGGROE ACEH DARUSSALAM 3,929.3 4,037.9 4,112.2 4,166.3 4,196.5 4,196.3
12. SUMATERA UTARA 11,642.6 12,452.8 13,217.6 13,923.6 14,549.6 15,059.3
13. SUMATERA BARAT 4,248.5 4,402.1 4,535.3 4,693.4 4,785.4 4,846.0
14. RIAU 4,948.0 6,108.4 7,469.4 8,997.7 10,692.8 12,571.3
15. JAMBI 2,407.2 2,657.3 2,911.7 3,164.8 3,409.0 3,636.8
16. SUMATERA SELATAN 6,210.8 6,755.9 7,306.3 7,840.1 8,369.6 8,875.8
17. BENGKULU 1,455.5 1,617.4 1,784.5 1,955.4 2,125.8 2,291.6
18. LAMPUNG 6,730.8 7,291.3 7,843.0 8,377.4 8,881.0 9,330.0
19. KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 900.0 971.5 1,044.7 1,116.4 1,183.0 1,240.0
31. DKI JAKARTA 8,361.0 8,699.6 8,981.2 9,168.5 9,262.6 9,259.9
32. JAWA BARAT 35,724.0 39,066.7 42,555.3 46,073.8 49,512.1 52,740.8
33. JAWA TENGAH 31,223.0 31,887.2 32,451.6 32,882.7 33,138.9 33,152.8
34. D I YOGYAKARTA 3,121.1 3,280.2 3,439.0 3,580.3 3,694.7 3,776.5
35. JAWA TIMUR 34,766.0 35,550.4 36,269.5 36,840.4 37,183.0 37,194.5
36. BANTEN 8,098.1 9,309.0 10,661.1 12,140.0 13,717.6 15,343.5
51. B A L I 3,150.0 3,378.5 3,596.7 3,792.6 3,967.7 4,122.1
52. NUSA TENGGARA BARAT 4,008.6 4,355.5 4,701.1 5,040.8 5,367.7 5,671.6
53. NUSA TENGGARA TIMUR 3,823.1 4,127.3 4,417.6 4,694.9 4,957.6 5,194.8
61. KALIMANTAN BARAT 4,016.2 4,394.3 4,771.5 5,142.5 5,493.6 5,809.1
62. KALIMANTAN TENGAH 1,855.6 2,137.9 2,439.9 2,757.2 3,085.8 3,414.4
63. KALIMANTAN SELATAN 2,984.0 3,240.1 3,503.3 3,767.8 4,023.9 4,258.0
64. KALIMANTAN TIMUR 2,451.9 2,810.9 3,191.0 3,587.9 3,995.6 4,400.4
71. SULAWESI UTARA 2,000.9 2,141.9 2,277.2 2,402.8 2,517.2 2,615.5
72. SULAWESI TENGAH 2,176.0 2,404.0 2,640.5 2,884.2 3,131.2 3,372.2
73. SULAWESI SELATAN 8,050.8 8,493.7 8,926.6 9,339.9 9,715.1 10,023.6
74. SULAWESI TENGGARA 1,820.3 2,085.9 2,363.9 2,653.0 2,949.6 3,246.5
75. GORONTALO 833.5 872.2 906.9 937.5 962.4 979.4
81. M A L U K U 1,166.3 1,266.2 1,369.4 1,478.3 1,589.7 1,698.8
82. MALUKU UTARA 815.1 890.2 969.5 1,052.7 1,135.5 1,215.2
94. PAPUA 2,213.8 2,518.4 2,819.9 3,119.5 3,410.8 3,682.5
 
Jumlah penduduk di setiap provinsi sangat beragam dan bertambah dengan laju pertumbuhan yang sangat beragam pula.  Bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan periode 1990-2000, maka terlihat laju pertumbuhan penduduk di beberapa provinsi ada yang naik pesat dan ada pula yang turun dengan tajam (data tidak ditampilkan). Sebagai contoh, provinsi-provinsi yang laju pertumbuhan penduduknya turun tajam minimal sebesar 0,50 persen dibandingkan periode sebelumnya (1990-2000) adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Papua. Sementara, provinsi yang laju pertumbuhannya naik pesat minimal sebesar 0,40 persen dibandingkan periode sebelumnya adalah Lampung, Kep. Bangka Belitung, DKI Jakarta dan Maluku Utara.
Tabel 3.2. memperlihatkan dua provinsi dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk minus yaitu, Nanggroe Aceh Darussalam dan DKI Jakarta. Kondisi ini kemungkinan akibat dari asumsi migrasi yang digunakan, yaitu pola migrasi menurut umur selama periode proyeksi dianggap sama dengan pola migrasi periode 1995-2000, terutama untuk provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pola net migrasi provinsi ini pada periode 1995-2000 adalah minus di atas 10 persen, jauh lebih tinggi dari provinsi-provinsi pengirim migran lainnya. 



Tabel 3.2 Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Provinsi 2000-2025


Propinsi 2000-2005 2005-2010 2010-2015 2015-2020 2020-2025
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
11. NANGGROE ACEH DARUSSALAM 0.55 0.37 0.26 0.14 -0.00
12. SUMATERA UTARA 1.35 1.20 1.05 0.88 0.69
13. SUMATERA BARAT 0.71 0.60 0.69 0.39 0.25
14. RIAU 4.30 4.11 3.79 3.51 3.29
15. JAMBI 2.00 1.85 1.68 1.50 1.30
16. SUMATERA SELATAN 1.70 1.58 1.42 1.32 1.18
17. BENGKULU 2.13 1.99 1.85 1.69 1.51
18. LAMPUNG 1.61 1.47 1.33 1.17 0.99
19. KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 1.54 1.46 1.34 1.17 0.95
31. DKI JAKARTA 0.80 0.64 0.41 0.20 -0.01
32. JAWA BARAT 1.81 1.73 1.60 1.45 1.27
33. JAWA TENGAH 0.42 0.35 0.26 0.16 0.01
34. D I YOGYAKARTA 1.00 0.95 0.81 0.63 0.44
35. JAWA TIMUR 0.45 0.40 0.31 0.19 0.01
36. BANTEN 2.83 2.75 2.63 2.47 2.27
51. B A L I 1.41 1.26 1.07 0.91 0.77
52. NUSA TENGGARA BARAT 1.67 1.54 1.41 1.26 1.11
53. NUSA TENGGARA TIMUR 1.54 1.37 1.23 1.09 0.94
61. KALIMANTAN BARAT 1.82 1.66 1.51 1.33 1.12
62. KALIMANTAN TENGAH 2.87 2.68 2.48 2.28 2.04
63. KALIMANTAN SELATAN 1.66 1.57 1.47 1.32 1.14
64. KALIMANTAN TIMUR 2.77 2.57 2.37 2.18 1.95
71. SULAWESI UTARA 1.37 1.23 1.08 0.93 0.77
72. SULAWESI TENGAH 2.01 1.89 1.78 1.66 1.49
73. SULAWESI SELATAN 1.08 1.00 0.91 0.79 0.63
74. SULAWESI TENGGARA 2.76 2.53 2.33 2.14 1.94
75. GORONTALO 0.91 0.78 0.67 0.53 0.35
81. M A L U K U 1.66 1.58 1.54 1.46 1.34
82. MALUKU UTARA 1.78 1.72 1.66 1.53 1.37
94. PAPUA 2.61 2.29 2.04 1.80 1.54
 

sumber :  http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/919/934/

Saturday, November 27, 2010

Kebudayaan Jawa Timur

Reog (Ponorogo)



reog

Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari jawa timur bagian barat-laut dan ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok warok dan gemblek dua sosok yang ikut tampil pada saat reog dipertunjukkan. Reog adalah salah satu budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.

pada dasarnya ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang asal-usul Reog dan, namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak rekan Cina rajanya dalam pemerintahan dan prilaku raja yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan dimana ia mengajar anak-anak muda seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan lagi kerajaan Majapahit kelak. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan “sindiran” kepada Raja Bra Kertabumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog.

Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai “Singa Barong”, raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng singabarong yang mencapai lebih dari 50kg hanya dengan menggunakan giginya [2]. Populernya Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Kertabumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya, pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer diantara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru dimana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewondono, Dewi Songgolangit, and Sri Genthayu.

Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun ditengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujanganom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para penari dalam keadaan ‘kerasukan’ saat mementaskan tariannya

Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur mereka sebagai pewarisan budaya yang sangat kaya. Dalam pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut garis keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.

Pementasan Seni Reog


reog-ponorogo

Reog modern biasanya dipentaskan dalam beberapa peristiwa seperti pernikahan, khitanan dan hari-hari besar Nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisionil, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang, yang harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu tari kuda lumping. Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu.

Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar,

Adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan. Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni reog adalah memberikan kepuasan kepada penontonnya.

Adegan terakhir adalah singa barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Berat topeng ini bisa mencapai 50-60 kg. Topeng yang berat ini dibawa oleh penarinya dengan gigi. Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan yang berat, juga dipercaya diproleh dengan latihan spiritual seperti puasa dan tapa.

Timbulnya Kontroversi

Tarian Reog Ponorogo yang ditarikan di Malaysia dinamakan Tari BaronganDeskripsi akan tarian ini ditampilkan dalam situs resmi Kementrian Kebudayaan Kesenian dan Warisan Malaysia. Tarian ini juga menggunakan topeng dadak merak, topeng berkepala harimau yang di atasnya terdapat bulu-bulu merak, yang merupakan asli buatan pengrajin Ponorogo. Permasalahan lainnya yang timbul adalah ketika ditarikan, pada reog ini ditempelkan tulisan “Malaysia” dan diaku menjadi warisan Melayu dari Batu Pahat Johor dan Selangor Malaysia – dan hal ini sedang diteliti lebih lanjut oleh pemerintah Indonesia. Hal ini memicu protes dari berbagai pihak di Indonesia, termasuk seniman Reog asal Ponorogo yang berkata bahwa hak cipta kesenian Reog dicatatkan dengan nomor 026377 tertanggal 11 Februari 2004 dan diketahui langsung oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia. Ribuan Seniman Reog pun menggelar demo di depan Kedutaan Malaysia Berlawanan dengan foto yang dicantumkan di situs kebudayaan, dimana dadak merak dari versi Reog Ponorogo ditarikan dengan tulisan “Malaysia”, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Datuk Zainal Abidin Muhammad Zain pada akhir November 2007 kemudian menyatakan bahwa “Pemerintah Malaysia tidak pernah mengklaim Reog Ponorogo sebagai budaya asli negara itu. Reog yang disebut “barongan” di Malaysia dapat dijumpai di Johor dan Selangor karena dibawa oleh rakyat Jawa yang merantau ke negeri tersebut


sumber : http://myfacede.wordpress.com/2009/11/06/budaya-jawa-timur-reog/
Copyright 2009 GOTCHA !. All rights reserved.
Bread Machine Reviews | watch free movies online by Blogger Templates