Satu bahasa bisa
mempunyai beberapa ragam bahasa dengan ranah pemakaian masing-masing
Bahasa
merupakan komponen terpenting dalam kelanjutan hidup manusia. Manusia tidak
akan melanjutkan hidup ini dengan baik dan teratur tanpa ada bahasa. Bisa
dikatakan bahwa bahasa sebagai bagian dari kebutuhan primer, sebagai pengatur,
bahkan bahasa sebagai senjata yang paling ampuh untuk membentengi diri dari
sesuatu.
Sebagai contoh sederhana adalah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia
mempunyai banyak ragam (varian) yang dipakai sesuai konteksnya. Misal untuk
acara kenegaraan atau keperluan akademis kita menggunakan bahasa Indonesia
baku. Sementara untuk keperluan sehari-hari, bahasa Indonesia yang kita pakai
bersifat tidak baku—informal—dan acapkali dipengaruhi oleh bahasa daerah
masing-masing. Kedua ragam tersebut dipakai bersamaan dan beriringan dalam
kehidupan dan mempunyai fungsi masing-masing. Adapun jika ragam informal dari
bahasa Indonesia pada akhirnya berkembang, itu adalah hasil kreasi penutur
bahasa yang hakikatnya memang penuh inovasi. Maka lahirlah bahasa gaul, bahasa
alay, yang kesemuanya adalah ragam informalnya bahasa Indonesia. Karena dalam
ranah bahasa baku untuk akademis dan kenegaraan penuturnya tidak bisa berkreasi
(karena dibatasi aturan-aturan dan kebakuan), maka sangat lah wajar jika dalam
ranah informal, penutur bahasa berkreasi, dan tidak terkecuali dalam bahasa
Indonesia. Bahasa Inggris pun demikian adanya. Meskipun bahasa Inggris
merupakan bahasa yang lebih mapan, bahasa Inggris juga mempunyai ragam
informalnya, bahkan ragam informalnya lebih dari satu dan sangat dipengaruhi
unsur kedaerahan. Coba saja Anda pergi ke Amerika bagian utara dan selatan,
pasti bahasa sehari-harinya—masih bahasa Inggris lho—terdengar cukup berbeda.
Hanya saja, kita tahunya bentuk bakunya—yang standar—yang kita pelajari di
sekolah. Kenapa? Ya karena kita belajarnya di sekolah, kita belajar bahasa yang
baku. Kalau kita terjun langsung ke lapangan—menjadi pendatang di Amerika—kita
akan belajar pula ragam-ragam bahasa Inggris yang sehari-hari dipakai di sana.
Dalam linguistik, situasi kebahasaan yang memungkinkan suatu
masyarakat dalam suatu wilayah yang menggunakan beberapa ragam bahasa dalam
kehidupannya dinamakan diglosia dan sangat lazim terjadi. Apalagi di Indonesia,
bahasa Indonesia bukan bahasa ibu, maka dalam keseharian, penutur bahasa
Indonesia menggunakan—setidaknya—dua ragam bahasa Indonesia (formal dan
informal)—dan bahasa daerahnya sebagai bahasa ibu
sumber: link