TEORI ORGANISASI UMUM 2
PERILAKU
KONSUMEN
Anggota Kelompok :
Ø Ahmad
Fauzi (10110376)
Ø Bela
Pratama Mulia (11110369)
Ø Dittas
Nur Azizah Putri (12110109)
Ø Ferry
Arriyadi (12110754)
Ø Nazela
Subhita (14110931)
Ø Rian
Henry (15110861)
Universitas
Gunadarma
2012
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. bahwa penulis telah
menyelesaikan tugas Teori Organisasi Umum 2 dengan membahas Perilaku Konsumen dalam
bentuk makalah. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan
yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua,
sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
11. Ibu
guru mata kuliah Teori Organisasi Umum 2 yang telah memberikan tugas, petunjuk,
kepada penulis sehingga penulis termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.
22. Orang
tua yang telah turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan
sehingga tugas ini selesai.
Semoga
materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang
membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat
tercapai, Amiin.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam
mengenal konsumen kita perlu mempelajari perilaku konsumen sebagai
perwujudan dari seluruh aktivitas jiwa manusia itu sendiri. Suatu metode
didefinisikan sebagai suatu wakil realitias yang di sederhanakan. Model
perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai suatu sekema atau kerangka kerja
yang di sederhanakan untuk menggambarkan aktiviras-aktiviras konsumen. Model
perilaku konsumen dapat pula di artikan sebagai kerangka kerja atau suatu yang
mewakili apa yang di yakinkan konsumen dalam mengambil keputusan membeli.
Adapun
yang mempengaruhi factor-faktor perilaku konsumen yaitu:
Kekuatan sosial budaya
terdiri dari faktor budaya, tingkat sosial, klompok anutan (small referebce
grups), dan keluarga. Sedangkan kekuatan pisikologis terdiri dari
pengalaman belajar, kepribadian, sikap dan keyakinan. Sedangkan tujuan
dan fungsi modal perilaku konsumen sangat bermanfaat dan mempermudah dalam
mempelajari apa yang telah diketahui mengenai perilaku konsumen. Menganalisis
perilaku konsumen akan lebih mendalam dan berhasil apa bila kita dapat memahami
aspek-aspek pisikologis manusia secara keseluruhan. Kemampuan dalam
menganalisis perilaku konsumen berarti keberhasilan dalam menyalami jiwa
konsumen dalam memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian berarti pula
keberhasilan pengusaha, ahli pemasaran, pimpinan toko dan pramuniaga dalam
memasarkan suatu produk yang membawa kepuasan kepada konsumen dan diri
pribadinya.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belang permasalahan
yang ada, maka dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apakah pengertian dari perilaku konsumen ?
2. Faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi perilaku konsumen ?
3. Bagaimanakah
pendekatan perilaku konsumen ?
4. Bagaimanakah
perilaku konsumen Indonesia ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan penelitian yang ingin dicapai, adalah:
1. Untuk memenuhi tugas
Teori Organisasi Umum 2
2. Untuk mengetahui
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku konsumen
3. Untuk mengetahui teori dari perilaku konsumen
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen
adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian,
pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi
memenuhi kebutuhan dan keinginan. Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang
mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Konsumen adalah seseorang
yang menggunakan barang atau jasa. Konsumen diasumsikan memiliki informasi atau
pengetahuan yang sempurna berkaitan dengan keputusan konsumsinya. Mereka tahu
persis kualitas barang, kapasitas produksi, teknologi yang digunakan dan harga
barang di pasar. Mereka mampu memprediksi julah penerimaan untuk suatu periode
konsumsi. Berikut ini adalah wujud dari konsumen
Menurut Engel (dalam Mangkunegara, 2002)
mengemukakan bahwa perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai
tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh
dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan
keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut. Loudon dan
Bitta (1984) mendefinisikan perilaku konsumen yaitu sebagai proses pengambilan
keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam
mengevaluasi, memperoleh, mempergunakan barang-barang dan jasa. Menurut Peter
dan Oslo (dalam Rangkuti, 2002) menyatakan bahwa perilaku konsumen merupakan
interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar
kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka.
Gerald Zaltman dan Melanie Wallendorf
menjelaskan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan proses dan
hubungan sosial yang dilakukan oleh individu, kelompok dan oraganisasi dalam
mendapatkan, menggunakan sesuatu produk sebagai suatu akibat dari pengalamannya
dengan produk, pelayanan dan sumber-sumber lainnya
2.2 Dua wujud konsumen
1. Personal Consumer : konsumen ini
membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk penggunaannya sendiri.
2. Organizational Consumer : konsumen
ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dan
menjalankan organisasi tersebut.
2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku
Konsumen
2.3.1
Faktor Sosial
a.
Group
Sikap dan perilaku seseorang dipengaruhi
oleh banyak grup-grup kecil. Kelompok dimana orang tersebut berada yang
mempunyai pengaruh langsung disebut membership group. Membership group terdiri
dari dua, meliputi primary groups (keluarga, teman, tetangga, dan rekan kerja)
dan secondary groups yang lebih formal dan memiliki interaksi rutin yang
sedikit (kelompok keagamaan, perkumpulan profesional dan serikat dagang).
(Kotler, Bowen, Makens, 2003, pp. 203-204).
b.
Family Influence
Keluarga memberikan pengaruh yang besar
dalam perilaku pembelian. Para pelaku pasar telah memeriksa peran dan pengaruh
suami, istri, dan anak dalam pembelian produk dan servis yang berbeda.
Anak-anak sebagai contoh, memberikan pengaruh yang besar dalam keputusan yang
melibatkan restoran fast food. (Kotler, Bowen, Makens, 2003, p.204).
c.
Roles and Status
Seseorang memiliki beberapa kelompok
seperti keluarga, perkumpulan-perkumpulan, organisasi. Sebuah role terdiri dari
aktivitas yang diharapkan pada seseorang untuk dilakukan sesuai dengan
orang-orang di sekitarnya. Tiap peran membawa sebuah status yang merefleksikan
penghargaan umum yang diberikan oleh masyarakat (Kotler, Amstrong, 2006,
p.135).
2.3.2
Faktor Personal
a. Economic Situation
Keadaan ekonomi seseorang akan
mempengaruhi pilihan produk, contohnya rolex diposisikan konsumen kelas atas
sedangkan timex dimaksudkan untuk konsumen menengah. Situasi ekonomi seseorang
amat sangat mempengaruhi pemilihan produk dan keputusan pembelian pada suatu
produk tertentu (Kotler, Amstrong, 2006, p.137).
b. Lifestyle
Pola kehidupan seseorang yang diekspresikan
dalam aktivitas, ketertarikan, dan opini orang tersebut. Orang-orang yang
datang dari kebudayaan, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama mungkin saja
mempunyai gaya hidup yang berbeda (Kotler, Amstrong, 2006, p.138)
c. Personality and Self Concept
Personality adalah karakteristik unik
dari psikologi yang memimpin kepada kestabilan dan respon terus menerus
terhadap lingkungan orang itu sendiri, contohnya orang yang percaya diri,
dominan, suka bersosialisasi, otonomi, defensif, mudah beradaptasi, agresif
(Kotler, Amstrong, 2006, p.140). Tiap orang memiliki gambaran diri yang
kompleks, dan perilaku seseorang cenderung konsisten dengan konsep diri
tersebut (Kotler, Bowen, Makens, 2003, p.212).
d. Age and Life Cycle Stage
Orang-orang merubah barang dan jasa yang
dibeli seiring dengan siklus kehidupannya. Rasa makanan, baju-baju, perabot,
dan rekreasi seringkali berhubungan dengan umur, membeli juga dibentuk oleh
family life cycle. Faktor-faktor penting yang berhubungan dengan umur sering
diperhatikan oleh para pelaku pasar. Ini mungkin dikarenakan oleh perbedaan
yang besar dalam umur antara orang-orang yang menentukan strategi marketing dan
orang-orang yang membeli produk atau servis. (Kotler, Bowen, Makens, 2003,
pp.205-206)
e. Occupation
Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang
dan jasa yang dibeli. Contohnya, pekerja konstruksi sering membeli makan siang
dari catering yang datang ke tempat kerja. Bisnis eksekutif, membeli makan
siang dari full service restoran, sedangkan pekerja kantor membawa makan
siangnya dari rumah atau membeli dari restoran cepat saji terdekat (Kotler,
Bowen,Makens, 2003, p. 207).
2.3.3
Faktor Psychological
a.
Motivation
Kebutuhan yang mendesak untuk
mengarahkan seseorang untuk mencari kepuasan dari kebutuhan. Berdasarkan teori Maslow,
seseorang dikendalikan oleh suatu kebutuhan pada suatu waktu. Kebutuhan manusia
diatur menurut sebuah hierarki, dari yang paling mendesak sampai paling tidak
mendesak (kebutuhan psikologikal, keamanan, sosial, harga diri,
pengaktualisasian diri). Ketika kebutuhan yang paling mendesak itu sudah
terpuaskan, kebutuhan tersebut berhenti menjadi motivator, dan orang tersebut
akan kemudian mencoba untuk memuaskan kebutuhan paling penting berikutnya
(Kotler, Bowen, Makens, 2003, p.214).
b. Perception
Persepsi adalah proses dimana seseorang
memilih, mengorganisasi, dan menerjemahkan informasi untuk membentuk sebuah
gambaran yang berarti dari dunia. Orang dapat membentuk berbagai macam persepsi
yang berbeda dari rangsangan yang sama (Kotler, Bowen, Makens, 2003, p.215).
c. Learning
Pembelajaran adalah suatu proses, yang
selalu berkembang dan berubah sebagai hasil dari informasi terbaru yang
diterima (mungkin didapatkan dari membaca, diskusi, observasi, berpikir) atau
dari pengalaman sesungguhnya, baik informasi terbaru yang diterima maupun
pengalaman pribadi bertindak sebagai feedback bagi individu dan menyediakan
dasar bagi perilaku masa depan dalam situasi yang sama (Schiffman, Kanuk, 2004,
p.207)
d.
Beliefs and Attitude
Beliefs adalah
pemikiran deskriptif bahwa seseorang mempercayai sesuatu. Beliefs dapat
didasarkan pada pengetahuan asli, opini, dan iman (Kotler, Amstrong, 2006,
p.144). Sedangkan attitudes adalah evaluasi, perasaan suka atau tidak suka, dan
kecenderungan yang relatif konsisten dari seseorang pada sebuah obyek atau ide
(Kotler, Amstrong, 2006, p.145).
2.3.4 Faktor Cultural
Nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan,
dan perilaku yang dipelajari seseorang melalui keluarga dan lembaga penting
lainnya (Kotler, Amstrong, 2006, p.129). Penentu paling dasar dari keinginan
dan perilaku seseorang. Culture, mengkompromikan nilai-nilai dasar, persepsi,
keinginan, dan perilaku yang dipelajari seseorang secara terus-menerus dalam
sebuah lingkungan. (Kotler, Bowen, Makens, 2003, pp.201-202).
a. Subculture
Sekelompok orang yang berbagi sistem
nilai berdasarkan persamaan pengalaman hidup dan keadaan, seperti kebangsaan,
agama, dan daerah (Kotler, Amstrong, 2006, p.130). Meskipun konsumen pada
negara yang berbeda mempunyai suatu kesamaan, nilai, sikap, dan perilakunya
seringkali berbeda secara dramatis. (Kotler, Bowen, Makens, 2003, p.202).
b. Social Class
Pengelompokkan individu berdasarkan
kesamaan nilai, minat, dan perilaku. Kelompok sosial tidak hanya ditentukan
oleh satu faktor saja misalnya pendapatan, tetapi ditentukan juga oleh
pekerjaan, pendidikan, kekayaan, dan lainnya (Kotler, Amstrong, 2006, p.132).
2.3.5 Keputusan
Pembelian
Keputusan pembelian menurut Schiffman,
Kanuk (2004, p.547) adalah pemilihan dari dua atau lebih alternatif pilihan
keputusan pembelian, artinya bahwa seseorang dapat membuat keputusan, haruslah
tersedia beberapa alternatif pilihan. Keputusan untuk membeli dapat mengarah
kepada bagaimana proses dalam pengambilan keputusan tersebut itu dilakukan.
Bentuk proses pengambilan keputusan tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
1.
Fully Planned Purchase, baik produk dan merek sudah dipilih sebelumnya.
Biasanya terjadi ketika keterlibatan dengan produk tinggi (barang otomotif)
namun bisa juga terjadi dengan keterlibatan pembelian yang rendah (kebutuhan
rumah tangga). Planned purchase dapat dialihkan dengan taktik marketing
misalnya pengurangan harga, kupon, atau aktivitas promosi lainnya.
2. Partially Planned Purchase, bermaksud untuk membeli produk yang sudah ada
tetapi pemilihan merek ditunda sampai saat pembelajaran. Keputusan akhir dapat
dipengaruhi oleh discount harga, atau display produk.
3. Unplanned Purchase, baik produk dan merek dipilih di tempat pembelian.
Konsumen sering memanfaatkan katalog dan produk pajangan sebagai pengganti
daftar belanja. Dengan kata lain, sebuah pajangan dapat mengingatkan sesorang
akan kebutuhan dan memicu pembelian (Engel, F. James, et.al , 2001, pp.127-128)
2.4 Pendekatan Perilaku Konsumen
Pendekatan
perilaku konsumen terbagi dua yaitu:
1. Teori
Kardinal ( Cardinal Theory)
Teori
Kardinal menyatakan bahwa kegunaan dapat dihitung secara nominal,sebagaimana
kita menghitung berat dengan gram atau kilogram,panjang dengan centimeter atau
meter. Sedangkan satuan ukuran kegunaan (utility) adalah util. Keputusan untuk
mengkonsumsi suatu barang berdasarkan perbandingan antara manfaat yang
diperoleh dengan biaya yang harus dikeluarkan. Nilai kegunaan yang diperoleh
dari konsumsi disebut utilitas total (TU). Tambahan kegunaan dari penambahan
suatu unit barang yang dikonsumsi disebut utilitas marjinal (MU). Total uang
yang harus dikeluarkan untuk konsumsi adalah jumlah unit barang dikalikan harga
per unit.
2.
Teori Ordinal ( Ordinal Theory )
a. Kurva Indiferensi ( Indiference Curve
)
Menurut Teori Ordinal, kegunaan tidak
dapat dihitung tetapi hanya dapat dibandingkan, sebagaimana kita menilai
kecantikan atau kepandaian seseorang. Untuk menjelaskan pendapatnya, Teori
Ordinal menggunakan kurva indiferensi (indiferensi curve). Kurva indiferensi
adalah kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi konsumsi dua macam barang yang
memberika tingkat kepuasan yang sama bagi seorang konsumen. Suatu kurva
indiferensi atau sekumpulan kurva indiferensi (yang disebut peta indiferensi
atau indifference map), dihadapi oleh hanya seorang konsumen. Asumsi-asumsi Kurva
Indiferensi :
1)
Semakin jauh kurva indiferensi dari titik origin, semakin tingi tingkat
kepuasannya.
2) Kurva indiferensi menurun dari kiri ke kanan bawah ( downward sloping ), dan
cembung ke titik origin ( convex to origin) atau adanya kelangkaan.
3)
Kurva indiferensi tidak saling berpotongan agar asumsi transitivitas terpenuhi.
b.
Kurva Garis Anggaran ( Budget Line Curve )
Garis Anggaran (budget line) adalah
kurva yang menunjukkan kombinasi konsumsi dua macam barang yang membutuhkan
biaya (anggaran) yang sama besar. Misalnya garis anggaran dinotasikan sebagai
BL, sedangkan harga sebagai P ( Px untuk X dan Py untuk Y ) dan jumlah barang
yang dikonsumsi adalah Q ( Qx untuk X dan Qy untuk Y ), maka:
BL = Px.Qx + Py.Qy
c.
Perubahan Harga Barang dan Pendapatan
Perubahan harga dan pendapatan akan
mempengaruhi daya beli, diukur dari besar luas bidang segi tiga yang dibatasi
kurva garis anggaran. Bila luas bidang segitiga makin luas,maka daya beli
meningkat,begitu juga sebaliknya.
2.5 10 Perilaku Konsumen Indonesia
Menurut
Handi Irawan perilaku konsumen Indonesia dikategorikan menjadi sepuluh, yaitu:
1. Berpikir jangka pendek (short term perspective), ternyata sebagian besar
konsumen Indonesia hanya berpikir jangka pendek dan sulit untuk diajak berpikir
jangka panjang, salah satu cirinya adalah dengan mencari yang serba instant.
2. Tidak terencana (dominated by unplanned behavior). Hal ini tercermin pada
kebiasaan impulse buying, yaitu membeli produk yang kelihatannya menarik (tanpa
perencanaan sebelumnya).
3 Suka berkumpul. Masyarakat Indonesia
mempunyai kebiasaan suka berkumpul (sosialisasi). Salah satu indikator terkini
adalah situs social networking seperti Facebook dan Twitter sangat diminati dan
digunakan secara luas di Indonesia.
4.
Gagap teknologi (not adaptive to high technology). Sebagian besar konsumen Indonesia
tidak begitu menguasai teknologi tinggi. Hanya sebatas pengguna biasa dan
hanya menggunakan fitur yang umum digunakan kebanyakan pengguna lain.
5.
Berorientasi pada konteks (context, not content oriented). Konsumen kita
cenderung menilai dan memilih sesuatu dari tampilan luarnya. Dengan
begitu,konteks-konteks yang meliputi suatu hal justru lebih menarik ketimbang
hal itu sendiri.
6.
Suka buatan Luar Negeri (receptive to COO effect). Sebagian konsumen Indonesia juga
lebih menyukai produk luar negeri daripada produk dalam negeri, karna bias
dibilang kualitasnya juga lebih bagus dibanding produk di Indonesia
7.
Beragama(religious). Konsumen Indonesia sangat peduli terhadap isu agama.
Inilah salah satu karakter khas konsumen Indonesia yang percaya pada ajaran
agamanya. Konsumen akan lebih percaya jika perkataan itu dikemukakan oleh
seorang tokoh agama, ulama atau pendeta. Konsumen juga suka dengan produk yang
mengusung
simbol-simbol agama.
8.
Gengsi (putting prestige as important motive). Konsumen Indonesia amat getol
dengan gengsi. Banyak yang ingin cepat naik “status” walau belum waktunya.
Saking pentingnya urusan gengsi ini, mobil-mobil mewah pun tetap laris terjual
di negeri kita pada saat krisis ekonomi sekalipun. Menurut Handi Irawan D, ada
tiga budaya yang menyebabkan
gengsi. Konsumen Indonesia suka bersosialisasi sehingga mendorong orang untuk pamer.
Budaya feodal yang masih melekat sehingga menciptakan kelas-kelas sosial dan
akhirnya terjadi “pemberontakan” untuk cepat naik kelas. Masyarakat kita
mengukur kesuksesan dengn materi dan jabatan sehingga mendorong untuk saling
pamer.
9.
Budaya lokal (strong in subculture). Sekalipun konsumen Indonesia gengsi dan
menyukai produk luar negeri, namun unsur fanatisme kedaerahan-nya
ternyata cukup tinggi. Ini bukan berarti bertentangan dengan hukum perilaku
yang lain.
10.
Kurang peduli lingkungan (low consciousness towards environment). Salah satu
karakter konsumen Indonesia yang unik adalah kekurangpedulian mereka terhadap
isu lingkungan. Tetapi jika melihat prospek kedepan kepedulian konsumen
terhadap lingkungan akan semakin meningkat, terutama mereka yang *tinggal di
perkotaan begitu pula dengan kalangan menengah atas relatif lebih mudah paham
dengan isu lingkungan. Lagi pula mereka pun memiliki daya beli terhadap harga
premium sehingga akan lebih mudah memasarkan produk dengan tema ramah
lingkungan terhadap mereka.
BAB 3
STUDI KASUS
3.1 Studi Kasus
DEMAM
MOBIL NASIONAL
Pada awal tahun 2012 ini, rakyat Indonesia
dikejutkan oleh wacana mengenai produk mobil nasional “Esemka”. Pada awalnya
yaitu tahun 2008, yang ada adalah program standardisasi mesin peraga untuk
pembelajaran para siswa SMK di Indonesia. Proyek mobil Esemka ini ditujukan
untuk menambah kompetensi para siswa SMK. Walikota Solo Joko Widodo menyambut
baik ide tersebut, bahkan beliau menjadikan mobil rakitan anak bangsa tersebut
sebagai mobil dinasnya. Dengan kepopulerannya sebagai walikota dan publikasi
luar biasa dari media, maka mobil Esemka tersebar luaskan sampai keluar kota Solo. Dengan berbagai
pro & kontra, rakyat Indonesia
pun penasaran akan mobil tersebut. “layakkah mobil Esemka dipasarkan ke
masyarakat luas ?”
Konsumen menyambut baik
akan adanya wacana ini karena mobil Esemka ini menjadi harapan kebangkitan
industri nasional. Dengan harga yang relatif murah yaitu sekitar Rp 95 juta,
mereka sangat antusias untuk membelinya. Sudah sekitar 5000 pemesan yang
menyatakan minatnya untuk membeli mobil Esemka tersebut.
Tapi, pertimbangan apakah yang
mempengaruhi konsumen untuk membeli mobil Esemka tersebut? Menurut informasi
yang kami himpun, ternyata mobil Esemka tidak semua komponennya diproduksi di Indonesia.
Beberapa komponen inti seperti piston, katup, sistem injeksi dan electronical
control unit (ECU) atau perangkat untuk menyalakan mesin secara elektrik masih
diimpor dari China.
Desain mesin mobil Esemka adalah jiplakan dari mesin mobil Timor KIA Sephia.
Mesin KIA Sephia adalah model lama,
karena desain mesin Timor KIA Sephia
merupakan jiplakan mesin mobil Ford tahun 1986. Sehingg, teknologinya
sudah tertinggal jauh dengan produk mobil zaman sekarang. Jadi, apa yang
menyebabkan mobil Esemka begitu digemari dan menjadi sebuah euforia akan
lahirnya mobil nasional?
Menurut Handi Irawan D, konsumen Indonesia dalam
kasus mobil Esemka dikategorikan menjadi beberapa perilaku konsumen, yaitu :
1) Tidak
terencana (dominated by unplanned behavior), yaitu membeli produk yang
kelihatannya menarik (tanpa perencanaan sebelumnya). Mungkin saja, konsumen Indonesia
hanya ‘ikut – ikutan’ membeli tanpa tahu performa mobil tersebut. Tidak
memikirkan apakah keputusan membeli mobil Esemka adalah keputusan tepat dalam
menghadapi kondisi ekonomi yang mereka hadapi.
2) Gengsi (putting prestige as important motive).
Konsumen Indonesia
sangat memperhatikan gengsi.. Menurut Handi Irawan D, ada tiga budaya yang
menyebabkan gengsi. Konsumen Indonesia
suka bersosialisasi sehingga mendorong orang untuk pamer. Budaya feodal yang
masih melekat sehingga menciptakan kelas-kelas sosial. Masyarakat kita
mengukur kesuksesan dengan materi dan jabatan sehingga mendorong untuk saling
pamer. Dengan memiliki mobil Esemka, mereka mungkin terkesan mengikuti lifestyle
yang sedang menjadi tren saat ini.
3) Budaya
lokal (strong in subculture). Sekalipun konsumen Indonesia gengsi, namun unsur
fanatisme kedaerahan-nya ternyata cukup tinggi. Dengan adanya mobil Esemka ini
konsumen ingin menunjukkan rasa nasionalisme mereka. Mereka ingin dunia tahu, Indonesia juga
dapat memproduksi mobil yang dirakit oleh anak bangsa.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perilaku
konsumen adalah tingkah laku dari konsumen, dimana mereka dapat
mengilustrasikan pencarian untuk membeli, menggunakan, mengevaluasi dan
memperbaiki suatu produk dan jasa mereka. Fokus dari perilaku konsumen adalah
bagaimana individu membuat keputusan untuk menggunakan sumber daya mereka yang
telah tersedia untuk mengkonsumsi suatu barang.
4.2
Saran
Seharusnya
perilaku konsumen khususnya orang Indonesia itu adalah utamakan memilh barang
produk nasional atau buatan Negara sendiri. Seperti halnya mobil “ESEMKA”
konsumen dengan sangat antusias ingin memesan produk tersebut, seharusnya
dengan produk nasional lain pun seperti itu. Dan kebanyakan perilaku konsumen
Indonesia itu cenderung memilih produk yang instan atau cenderung membeli
produk yang keliatannya menarik saja. Jadi seharusnya para konsumen terlebih
dahulu membuat anggaran belanja agar tidak tercipta sifat boros.
DAFTAR
PUSTAKA
http://kminoz.wordpress.com/2011/10/09/perilaku-konsumen/
http://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_konsumen
elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar.../Bab_2.pdf
http://forum.kompas.com/urban-life/34622-10-perilaku-konsumen-indonesia.html
http://www.tugaskuliah.info/2010/01/makalah-perilaku-konsumen-dalam-ilmu.html
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/06/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html
http://softskillperilakukonsumen.blogspot.com/2010/10/pengertian-perilaku-konsumen.html
http://rizalrifky.blogspot.com/2010/10/memahami-perilaku-konsumen.html